Jentera - Hari ini Pkl. 01:29 WIB
(Analisa/Ist) Jonathan Gelar Oppu Tording Sitohang (kiri) dan Piagam penghargaan dari Presiden Soekarno.
Oleh: Sarifuddin Siregar.
Gerakan organ tubuh tak lagi selincah dulu. Raut wajah berubah bergaris keriput. Urat di tangan mengepul berkelok bagai aliran sungai. Kening kusam menggambarkan betapa masa muda terpanggang terik panas dan derasnya kucuran keringat di masa lalu. Ingatan pun mulai memudar. Bila diajak bercerita, dia butuh sedikit waktu buat mengembalikan memori pahit berujung manis.
Di Mana Jonathan ?
Diakui, suami tercinta Jonathan gelar Oppu Tording Sitohang, dikenal pasca kemerdekaan. Setelah proklamasi diikrarkan, dia memilih menjadi pedagang beras. Orderan dipasok dari Tarutung (Kabupaten Tapanuli Utara, sekarang) lalu dipasarkan di Sidikalang. Dia bermitra bersama seorang Marga Sitohang beristeri boru Siahaan penduduk Balige. Suatu ketika, bahan tersebut dirazia. Dengan alasan tertentu, pesanan tidak diperbolehkan masuk. Menurut rekan, barang itu hanya bisa lolos bila ada kebijakan Jonathan, berstatus sebagai bupati. Demi bisnis, teman itu membawa Mutiara menghadap Jonathan. Ehhh, lama-lama hati kedua insan malah saling rindu. Suatu ketika, Jonathan meminta keluarga Sitohang menghentikan aktivitas Mutiara. Pria berkharisma kelahiran 1908 ini, memutuskan mempersunting Mutiara. Tahun 1950, pasangan ini resmi mengayuh bahtera rumah tangga. Mutiara secara terbuka menyebut, dia menerima pinangan menjadi isteri kedua. Isteri pertama boru Sagala, diketahui meninggal dunia. "Jadi, asmara berawal dari beras?", tanya Iko Arta bercanda. Karni menuturkan, ayahanda kerap selisih pendapat terhadap ananda Johnny saat usia beranjak remaja. Kala itu, orangtua selalu memberi pendapat tentang cara berkomunikasi dan organisasi termasuk urusan administrasi. Perhatian pemerintah atas amal bhakti ayahanda amat besar. Presiden Ir Soekarno, menganugerahkan surat tanda pahlawan tertanggal 5 oktober 1961 atas jasa perjuangan gerilya membela kemerdekaan pada jabatan "Ahli Tata Praja Kepala Pensiun" Kantor Gubernur Sumatera Utara. File itu diterima langsung sembari menyalam Presiden pertama di Jakarta. Ini sukacita tak ternilai. Penghargaan juga dikeluarkan Menteri Pertahanan Djuanda. Pemakaman pada 1 desember 1978 memakai upacara militer. Nama JOT Sitohang juga telah ditabalkan di salah satu jalan di Sidikalang sebagai simbol penghormatan. Selanjutnya bunda, rutin diundang pemerintah daerah mengikuti acara peringatan detik-detik proklamasi. Kini, KRA Johnny Sitohang Adinegoro, diberi berkat meneruskan cita-cita keluarga bagi kelanjutan pembangunan.
Komandan Perang
Abdul Rahman Lubis (82) Ketua DPC LVRI (Legun Veteran Republik Indonesia) Kabupaten Dairi, salah seorang saksi hidup perjuangan kemerdekaan, mengaku salut atas kecerdasan Jonathan. Dia itu ahli strategi, ujarnya mengaku dekat di era pertumpahan darah. Sepengetahuannya, Jonathan adalah komandan pasukan Sektor II Tapanuli membawahi Tarutung dan Sibolga. Keduanya intens tukar pikiran bersama Jamin Ginting di Medan. Beberapa bulan sebelum pengibaran merah-putih, pasukan Abdul Rahman dan Jonathan bersatu menghadang Belanda di Simpang Tiga, Sitinjo. Jonathan menggiring personil dari Parbuluan sedang dianya meluncur dalam korps Sabilillah dan Terri dari Sidikalang. Mencegah masuknya Belanda, jembatan Lae Renun (perbatasan Sidikalang-Sumbul) diputus. Musuh sempat kelimpungan lantaran panser dan truk serta senjata api tidak bisa lewat. Perang tidak terelak. Musuh membuat jembatan darurat. Seingat Abdul Rahman, dua anggota Jonathan gugur tetapi korban tewas lebih jamak di pihak lawan. Itu diketahui seiring posisi Abdul Rahman juga merangkap anggota Palang Merah. Di antara semak belukar dan kayu di sana, pembela tanah air mengayun senjata laras panjang berupa mahasen, suzuki dan mortir. Tiada kata menyerah kecuali menang untuk merdeka. Diterangkan, mereka bertarung tanpa sandal dan juga tanpa seragam. Saling kenal dan percaya saja. Di era kepemimpinan sebagai Bupati Dairi pertama medio 1947-1948, dia menampilkan kesederhanaan. Tak ada jarak pejabat terhadap rakyat, papar Abdul Rahman, Jumat (5/8) didampingi anggota Tunggul Marbun (81), Ringkon Marbun (68), Mula Siburian (81) dan Albert Tambunan (81).
Disiarkan di harian Analisa Edisi Minggu tgl 14 agustus 2011-- kolom jentera
www.analisadaily.com