Minggu, 15 Juli 2012

Perjuangan Hak Rakyat

Sumut - Senin, 02 Jul 2012 01:44 WIB
Sidikalang, (Analisa).
 Sengketa lahan seluas 3.000 hektar di Desa Parbuluan I, II dan III Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi rawan konflik. Wakil Ketua DPRD, Ir Benpa Hisar Nababan kepada wartawan usai menerima delegasi Raja Bius 15 Turpuk Sinaga Situmorang, Kamis (28/6) mengungkap, konflik itu berpotensi berujung kekerasan.

Warga, kata Benpa, mengklaim areal dimaksud sebagai hak ulayat yang dikuasai secara turun temurun dari nenek moyang. Namun belakangan ini, pemerintah daerah membuat tata batas hingga sebagian rumah, perladangan dan pekuburan diduga bakal digugur.

Benpa meminta, Bupati KRA Johnny Sitohang Adinegoro hati-hati dalam pengambilan keputusan. Investasi tidak boleh mengabaikan kepentingan rakyat. Jangan sampai, penduduk lokal tersakiti. Tanpa investor, kehidupan masyarakat juga berjalan baik. Usaha itu belum tentu signifikan bagi peningkatan kesejahteraan.

"Kepentingan umum dan kondusifitas harus diutamakan serta mesti menghormati hak adat," tandas Benpa. Tiada manfaat perusahaan bila kedatangannya justru mengundang "air mata" dan penentangan. "Kepala Badan Pertanahan Nasional Sumut sebaiknya menunda proses penerbitan HGU (Hak Guna Usaha)" kata Benpa, politisi PDI Perjuangan ini.

Derlin Sinaga juru bicara 15 Turpuk menjelaskan, kedatangan mereka ke gedung wakil rakyat adalah memberi gambaran, bahwa areal tersebut adalah hak mereka. Tidak terima bila ada oknum tertentu mengganggu. Dibenarkan, beberapa waktu lalu, lahan itu dipasang batas disertai surat edaran camat.

Marlundu Situmorang menegaskan, siap berjuang hingga tetes darah penghabisan bila hak mereka diusik. Areal itu adalah hak ulayat. Dia berharap, pemerintah daerah mengurungkan niat menyerahkan lahan kepada pengusaha.

"Jangan ulangi tragedi tahun 92 dan 95" tegas Marlundu. Saat peristiwa itu, papar dia, massa mengamuk hingga menewaskan seorang manajer lantaran menduduki tanah tanpa persetujuan penduduk. Pemodal itupun hengkang.

Pertemuan itu tidak membuahkan hasil. Ketua DPRD Delphi Masdiana Ujung bersama anggota dewan lainnya mengundur waktu hingga 10 juli untuk menghadirkan pihak-pihak terkait. Sementara itu, Ir Agus Bukka Kepala Dinas Kehutanan tidak memberi komentar kala ditanya seputar aspirasi warga.

Sebelumnya, Bupati menerangkan, 2945 hektar lahan dimaksud berstatus areal penggunaan lain (APL). Pemerintah daerah berhak memberi kepada siapapun untuk diusahai. Dalam konteks itu, izin prinsip diterbitkan kepada PT GAP (Global Agro Perkasa) bagi pengembangan perkebunan kopi. Lahan itu bukan bagian hak ulayat.

Disebutkan, komunikasi bersama semua elemen senantiasa dibuka. Ia tetap menghormati penduduk. Karenanya tidak mungkin warga diusir. Akan ada penataan ke depan dengan prinsip saling menguntungkan. (ssr)

Dikutip dari Harian Analisa Edisi 2 juli 2012 -- foto: dokumen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar