Minggu, 16 Oktober 2011

Dairi Orange is New Commodity


Vika Tiora Siregar takes dokumen on the her orange field in Multri Street-Panji Bako, Sitinjo Village, Dairi Regency North Sumatera.

Dairi regency has a economic big potential espesially in this commodity. May be orange will change the coffee


Horas, njuah-juah and mejuah-juah

Mantan Bupati Kabupaten Dairi


DR Master Parulian Tumanggor Bupati Kabupaten Dairi periode 1994-1999 dan 1999-2004 kerap dikritik di era kepemimpinannya.

Keberhasilan mendesain pebukitan nan terjal “Taman Wisata Iman” serta kepiawaian mengelola pemerintahan tanpa disharmoni dengan unsur birokrat dan masyarakat didukung lobby tinggi pencarian dana pembangunan – membuatnya dicatat sebagai idola.

Selamat, pak. Semoga sehat dan panjang umur. Tuhan memberkati

Veteran Hormat Merah Putih


Para veteran, pejuang kemerdekaan 1945 memberi penghormatan kepada duplikat merah putih di Stadion Utama Sidikalang Kabupaten Dairi, Sumatera Utara pada peringatan detik-detik proklamasi ke 66.

Mereka berjuang, kenapa kaum elit belakangan ini terkesan sibuk sikut-sikutan? Kenapa elit politik susah mengakui keunggulan partai lain? Kalau begini, kapan majunya?

Ya… mengkritik memang gampang. Tetapi, andaikan kekuasaan itu ada di tangan anda, mungkin justru hancur….

Poda Sagu-Sagu Marlangan


Marga Silalahi mempunyai sebuah ikrar persaudaraan. Namanya "Poda Sahu-Sagu Marlangan"
Dalam gambar, anggota DPR RI DR (HC) Capt Anton Sihombing dan anggota DPRD Sumut Richard Eddy M Lingga SE berfoto di monumen sekaligus tugu Raja Silahisabungan di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi-Sumut

Merah Putih Tak Dikibarkan di Kantor Bupati



Sidikalang, (Analisa). Bendera merah putih tidak banyak dikibarkan pada Hari Kesaktian Pancasila di kabupaten Dairi, Sabtu (1/10). Kawasan pemukiman termasuk di wilayah padat penduduk semisal, jalan Sisingamangaraja, FL Tobing, Ahmad Yani dan Pasar Induk tampak sepi dari tiang bendera.
Ironisnya, pemandangan sedemikian juga terjadi di kantor pemerintahan termasuk lembaga judikatif.

Tampak, Kantor Pengadilan Negeri tutup dan tnpa bendera yang dikibarkan. Hal serupa terlihat di RSU Sidikalang, Tirtanciho, Pengadilan Agama dan Pelayanan Pajak.

Sementara itu, ditengah keramaian dan kesibukan pejabat merayakan Hari Jadi Kabupaten ke 64, bertepatan dengan hari penting kenegaraan, merah putih juga alpa di kantor Bupati. Para petinggi mengucap sambutan berisi saling menyanjung.

Tiang bendera itu pun seakan terabaikan oleh jepitan hiasan papan bunga bertuliskan "selamat hari jadi". Namun, tak satu pun instansi memasang ucapan suka atas Hari Kesaktian Pancasila.

Asisten Tata Pemerintahan, Rewin Silaban SSos menjelaskan, sesuai aturan ketatanegaraan, bendera wajib dikibarkan satu tiang penuh. Petugas sudah membuat himbauan. Jika tidak diindahkan, seyogianya pemberi himbauan member teguran.

Tapi mungkin, kebetulan hari Sabtu adalah libur. Tengoklah, tiang kantor bupati juga tidak menaikkan bendera. Beberapa PNS yang bertugas di stand pameran pembangunan mengaku kekosongan itu menjadi perhatian.

Seorang anggota polisi menyebut, Polri wajib menaikkan dan menurunkan bendera setiap hari tanpa memandang libur atau kerja. (ssr)


Dikutip dari Harian Analisa edisi 3 tokrober 2011
www.analisadaily.com

foto: Dokumentasi

Jumat, 14 Oktober 2011

Marga Nababan Diajak Bersatu



SAMBUT HULA-HULA: DR (HC) Anton Sihombing Ketua Ketua Umum PBMNBB (Punguan Borsak Mangatasi Nababan Boru Bere Ibebere), Singkat Nababan Ketua Panitia Pelaksana dan peserta lainnya menyambut “hula-hula” marga Pasaribu pada perayaan ulang tahun organisasi ke 56 di Sidikalang, Kamis (13/10). (Analisa/sarifuddin siregar)

Marga Nababan Diajak Bersatu

Sidikalang, (Analisa)

Belakangan ini, kekompakan marga Nababan dirasa agak pudar. Padahal, berkat besar telah diterima sejumlah keluarga. Ketertinggalan di masa lampau mulai terobati dimana sejumlah figur telah meraih sukses baik di pemerintahan, legislatif, judikatif, wiraswasta hingga rohaniawan. Seiring itu, DR (HC) Anton Sihombing Ketua Umum PBMNBB (Punguan Borsak Mangatasi Nababan Boru bere Ibebere) mengajak, keluarga besar dimaksud kembali menjalin persatuan. Mari bersatu bangkitkan gotong royong, pinta dia pada perayaan Hari Ulang tahun PBMNBB Kabupaten Dairi ke 56 di pelataran gereja HKBP Sidikalang, Kamis (13/10).

Menyusul sandangan gelar “Mangatasi”, Anton yang juga anggota fraksi partai Golkar DPR RI berharap, nama itu perlu pembuktian. Jangan hanya mampu mengatasi masalah orang lain, tetapi tak kalah penting adalah, juga mesti bisa mengurus diri sendiri. Dia mengusul, sesama warga harus saling menolong dan berbagi informasi sehingga peluang masa depan dapat digenggam generasi muda. Kebersamaan wajib ditanamkan.

Agenda berlangsung meriah dihadiri 2000 an peserta dari 15 kecamatan di daerah otonom ini. Tamu khusus perantau semisal dari Bandung dan Jakarta dan bona pasogit (kampung halaman-red) Kabupaten Humbang Hadunsutan, turut di sana. Anton menjelaskan, perbedaan pendapat dan pilihan khususnya saat pemilu dan pemilukada sebagai konsekwensi multi partai adalah hal lumrah. Namun, persaudaraan harus dikedepankan.

Togi Sihombing utusan Lumbantoruan mengapresiasi syukuran itu. Dia bangga sebab harmoni bersama rumpun Sihombing tetap lestari. Silaban, Lumbantoruan, Nababan dan Hutasoit tetap terikat tali kekerabatan.

Dukungan serupa disampaikan Marga Pasaribu selaku hula-hula. Dalam adat batak, hula-hula didefenisikan sebagai isteri nenek moyang marga Nababan. Delegasi marga ini menyampaikan restu ditandai penyerahan “boras pir dan eme na mar lundu” (beras dan padi) kepada tuan rumah. Terbilang panjang rombongan mereka.

Singkat Nababan Ketua PBMNBB Kabupaten Dairi mengatakan, total keluarga ini mencapai 3000 KK. Di setiap kecamatan hingga desa, organisasi dibentuk guna menjalin silaturahmi dan menanamkan nilai budaya. Bupati Dairi, KRA Johnny Sitohang Adinegoro tidak datang menyampaikan sambutan kendati ruang telah disediakan. Tak terlihat utusan pemerintah. Acara diawali kebaktian gereja dan diakhiri jamuan makan bersama. Diperoleh kabar, para intelektual menyerahkan dukungan dana. Diantaranya Anton senilai Rp 30 juta dan Ir Benpa Hisar Nababan Wakil Ketua DPRD menyampaikan donasi dalam angka signifikan. (ssr)


Dikutip dari Hr Analisa Edisi Jumat 14/10/2011

www.analisadaily.com

Kamis, 13 Oktober 2011

Truk Pengangkut BBM Meledak, 3 Rumah dan 3 Mobil Terbakar







(Analisa/sarifuddin siregar) Truk tangki yang diduga mengalami rem blong mengakibatkan tabrakan beruntun disertai ledakan. Akibatnya, tiga rumah penduduk terbakar dan tiga mobil hangus, di perkampungan Rangkom Kelurahan Sumbul Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi, Jumat (30/9) petang.



Sidikalang, (Analisa). Tabrakan beruntun di Rangkom, Kelurahan Sumbul, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Jumat (30/9) sekira pukul 17.00 WIB, mengakibatkan mobil pengangkut bahan bakar minyak (BBM) jenis premium meledak. Tidak hanya itu, dalam insiden mengerikan itu juga enam orang luka bakar dan tiga rumah warga terbakar.
Saksi mata di lokasi kejadian, Bintar Sihotang dan Binsar Matanari penduduk setempat menjelaskan, sore itu truk bermuatan premium melaju kencang dari arah Medan (arah timur). Diduga, armada itu mengalami rem blong.

Selang beberapa detik, pick up jenis L 300 bermuatan puluhan ekor babi juga tengah melaju diserempet. Kendaraan itu ringsek kehilangan bentuk terhempas di tepi jalan arah selatan.

Truk tangki itu terus meluncur kencang hingga menabrak mobil kijang kapsul BK 1292 XL dan sebuah sepeda motor jenis Honda Supra X 125. Tak ayal mobil itu langsung terbakar dan melukai orang di dalamnya. Kendaraan itu berbalik ke arah barat seberang parit. Penumpang luka berat dilarikan ke Puskesmas Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul dan RSU Kabanjahe.

Selang beberapa detik, truk pengangkut BBM diduga berasal dari Medan itu menghantam dua alat berat, berupa tandem dan finisher yang tengah parkir. Alat itu sebelumnya dipakai untuk pengerjaan proyek infrastruktur di sana.

Roda truk berhenti ketika membentur finisher. Tanki meledak memuntahkan seluruh muatan bahan bakar. Api menjilat tiga rumah di dekatnya yakni, kediaman Samsiah boru Marpaung, Flora Tampubolon dan Bibit. Kabel listrik dan telepon juga putus. Api menjalar di badan jalan membuat suasana menakutkan. Saat bersamaan, api juga menyambar mobil jenis APV yang tengah melintas menuju arah timur. Kendaraan keluarga itu hangus total.

Beruntung, sopir berhasil menyelamatkan diri. Kendaraan keluarga itu disebut-sebut punya warga Sumbul. Seputar kondisi rumah, tak satu pun barang sempat diselamatkan. Apalagi, kediaman Tampubolon dan Bibit sedang kosong.

Camat Sumbul, Drs Hutur Siregar menyebutkan, masyarakat berupaya memberi pertolongan termasuk membantu korban. Kapolres, AKBP Yustan Alpini SIK menjelaskan, truk itu berasal dari Medan hendak mengantar BBM ke Tigalingga. Akibat rem blong hingga menabrak armada di depannya. Muatan muntah disertai munculnya api berujung kebakaran.

Diutarakan, enam korban luka. Di antaranya Mohammad Rivai alias Cecep anggota Polres Pakpak Bharat. Dia berada di dalam mobil Kijang Kapsul. Dibenarkan, Suratmo (46) warga Medan dirawat di RSU Sidikalang.

Menyusul kejadian itu, ratusan truk terpaksa antre panjang. Mobil pemadam kebakaran dikerahkan menghentikan kobaran.

Polisi masih melakukan penyidikan lebih lanjut, dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka atas kejadian itu. (ssr)

Disiarkan di Harian Analisa Edisi 1/10/2011
www.analisadaily.com

Minggu, 14 Agustus 2011

Mengenang Pahlawan Jonathan Gelar Oppu Tording Sitohang Mengenang Pahlawan Jonathan Gelar Oppu Tording Sitohang



Jentera - Hari ini Pkl. 01:29 WIB



(Analisa/Ist) Jonathan Gelar Oppu Tording Sitohang (kiri) dan Piagam penghargaan dari Presiden Soekarno.





Oleh: Sarifuddin Siregar.

Gerakan organ tubuh tak lagi selincah dulu. Raut wajah berubah bergaris keriput. Urat di tangan mengepul berkelok bagai aliran sungai. Kening kusam menggambarkan betapa masa muda terpanggang terik panas dan derasnya kucuran keringat di masa lalu. Ingatan pun mulai memudar. Bila diajak bercerita, dia butuh sedikit waktu buat mengembalikan memori pahit berujung manis.
Perjuangan melelahkan, kini bukan hanya dinikmati diri sendiri, tetapi juga oleh masyarakat, khususnya di era kemerdekaan. Rakyat mungkin kurang mengenal lebih dekat, namun yang pasti, perempuan ini ada di antara ribuan patriot bangsa. Seperti namanya, dia adalah kemilau yang memberi kecerdasan bagi warga. Mutiara boru Lumban Tobing, itu nama seorang perempuan yang turut berjibaku membawa Indonesia mengibarkan Merah Putih. Dari perutnya dilahirkan seorang putra, KRA Johnny Sitohang Adinegoro Bupati Kabupaten Dairi (2009-2014) bersama enam saudara. Berkat kegigihan, Mutiara didaulat sebagai salah seorang Veteran Pejuang Kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertahanan nomor: Skep/1000/M/XII/2001 tanggal 25 Februari 2002 ditandatangani Direktur Administrasi SDM Marsekal Pertama TNI Muchtar Santosa MSc. "Maaf, fisik ibu mulai menurun sejak dua tahun kemarin. Kami tidak menyangka bahwa dia masih berada di tengah kami. Ini mukjizat", ujar Karni Sitohang seorang putri didampingi cucu, Iko Arta Tambunan yang berprofesi sebagai guru di Desa Lae Hole Kecamatan Parbuluan. Mutiara (83), perempuan kelahiran Bandar Selamat Sidikalang menjelaskan, sebagai putra pejuang, tentunya dia tidak rela membiarkan sang ayah, Ferdinan Lumban Tobing terengah-engah. Berangkat terburu-buru, lalu pulang tak kenal waktu. Melihat kegigihan itu, jiwanya terpatri turut ambil bagian. Perannya adalah urusan logistik bagi kebutuhan tentara. Dia bergabung bersama Palang Merah. Sejumlah remaja juga turut menyatu dalam wadah PWI (Persatuan Wanita Indonesia) berkantor di Jalan Sisingamangaraja (sekarang kantor Koramil Sidikalang-red). "Kalau saya lewat dari kantor Koramil itu, aku selalu teringat, di sana kami bekerja… Bentuknya sudah lumayan; baik dibanding masa dulu," ujar Mutiara. Di situ, menu seadanya dimasak berupa beras dan ubi. Sayuran enak seperti sekarang semisal kentang, sawi manis, belum tersedia. Jipang dan daun ubi adalah santapan utama, karena gampang didapat. Sebagai pekerja logistik, mereka menjinjing bahan makanan dari Sidikalang menuju Bakal (sekarang bagian Kecamatan Siempat Nempu Hulu) dan Tigalingga. Setiap rombongan terdiri dari enam orang perempuan. Mereka melangkah dari semak dan tepian hutan, guna menghindari kolonial. Begitupun, derap langkah bukan berarti mulus dari ancaman. Sesekali kepergok sama Belanda. Untung saja, seorang teman Mutiara belakangan diingat boru Hutagalung lumayan cekatan berbahasa Belanda. Berbagai alasan disampaikan meyakinkan orang di depannya, bahwa bungkusan tersebut tidak punya hubungan dengan tentara Indonesia. Wajah senyum walau hati beringas dilempar menurunkan amarah penjajah. Seingatnya, tidak pernah mereka disakiti lantaran boru Hutagalung pintar bersiasat. Sesekali, mereka dirayu, agar sudi menjadi anggota pasukan Belanda. Semua omongan direspons manis agar jangan cedera. Route ditempuh dalam tempo satu hari. Kaum hawa ini pun kerap lupa soal perut keroncongan, mengingat di seberang teman sepenanggungan juga sudah lapar menunggu. Sesekali, macam dedaunan dan buah pohon, dikonsumsi demi mengganjal perut. Mengatasi haus, air sungai diteguk pakai kedua tangan, pengganti mangkok. Kadang kala, tepalak kaki tanpa alas tercucuk duri, membuat mereka merintih sakit. Begitupun, derita itu membawa hikmah solidaritas dimana teman lainnya langsung membantu mengambil dedaunan. Pelepah itu dikunyah-kunyah, lalu getah ditambal sebagai penawar ke luka. Pada langkah lain, kaki tersandung akar dan potongan kayu, membuatnya terjatuh. Walau demikian, barang bawaan harus diutamakan, tidak boleh tumpah. Sedih sekali membayangkan pejuang kala itu. Para pria itu hanya tidur beratapkan lapisan dedaunan ditumpuk di atas batang pepohonan. Pakaian melekat berhari-hari di badan, bercampur keringat. Kadang makan tanpa garam di tengah hutan. Dari mana dapat cabe? Mutiara pun mengungkap ketakutan, bila mendengar letusan peluru. Bila dentuman menderu, rombongan langsung mencari tempat berondok. Kaki diayun kalau suasana terasa nyaman. Hujan dan panas tak pernah dianggap masalah demi tugas. Ditambahkan, selain di Sidikalang, mereka juga pernah ditugaskan ke Sibolga. Barang serupa dijunjung dari Sibolga ke Tarutung. Bila jumpa teman, wajib menyapa "merdeka... merdeka... merdeka..."

Di Mana Jonathan ?

Diakui, suami tercinta Jonathan gelar Oppu Tording Sitohang, dikenal pasca kemerdekaan. Setelah proklamasi diikrarkan, dia memilih menjadi pedagang beras. Orderan dipasok dari Tarutung (Kabupaten Tapanuli Utara, sekarang) lalu dipasarkan di Sidikalang. Dia bermitra bersama seorang Marga Sitohang beristeri boru Siahaan penduduk Balige. Suatu ketika, bahan tersebut dirazia. Dengan alasan tertentu, pesanan tidak diperbolehkan masuk. Menurut rekan, barang itu hanya bisa lolos bila ada kebijakan Jonathan, berstatus sebagai bupati. Demi bisnis, teman itu membawa Mutiara menghadap Jonathan. Ehhh, lama-lama hati kedua insan malah saling rindu. Suatu ketika, Jonathan meminta keluarga Sitohang menghentikan aktivitas Mutiara. Pria berkharisma kelahiran 1908 ini, memutuskan mempersunting Mutiara. Tahun 1950, pasangan ini resmi mengayuh bahtera rumah tangga. Mutiara secara terbuka menyebut, dia menerima pinangan menjadi isteri kedua. Isteri pertama boru Sagala, diketahui meninggal dunia. "Jadi, asmara berawal dari beras?", tanya Iko Arta bercanda. Karni menuturkan, ayahanda kerap selisih pendapat terhadap ananda Johnny saat usia beranjak remaja. Kala itu, orangtua selalu memberi pendapat tentang cara berkomunikasi dan organisasi termasuk urusan administrasi. Perhatian pemerintah atas amal bhakti ayahanda amat besar. Presiden Ir Soekarno, menganugerahkan surat tanda pahlawan tertanggal 5 oktober 1961 atas jasa perjuangan gerilya membela kemerdekaan pada jabatan "Ahli Tata Praja Kepala Pensiun" Kantor Gubernur Sumatera Utara. File itu diterima langsung sembari menyalam Presiden pertama di Jakarta. Ini sukacita tak ternilai. Penghargaan juga dikeluarkan Menteri Pertahanan Djuanda. Pemakaman pada 1 desember 1978 memakai upacara militer. Nama JOT Sitohang juga telah ditabalkan di salah satu jalan di Sidikalang sebagai simbol penghormatan. Selanjutnya bunda, rutin diundang pemerintah daerah mengikuti acara peringatan detik-detik proklamasi. Kini, KRA Johnny Sitohang Adinegoro, diberi berkat meneruskan cita-cita keluarga bagi kelanjutan pembangunan.

Komandan Perang
Abdul Rahman Lubis (82) Ketua DPC LVRI (Legun Veteran Republik Indonesia) Kabupaten Dairi, salah seorang saksi hidup perjuangan kemerdekaan, mengaku salut atas kecerdasan Jonathan. Dia itu ahli strategi, ujarnya mengaku dekat di era pertumpahan darah. Sepengetahuannya, Jonathan adalah komandan pasukan Sektor II Tapanuli membawahi Tarutung dan Sibolga. Keduanya intens tukar pikiran bersama Jamin Ginting di Medan. Beberapa bulan sebelum pengibaran merah-putih, pasukan Abdul Rahman dan Jonathan bersatu menghadang Belanda di Simpang Tiga, Sitinjo. Jonathan menggiring personil dari Parbuluan sedang dianya meluncur dalam korps Sabilillah dan Terri dari Sidikalang. Mencegah masuknya Belanda, jembatan Lae Renun (perbatasan Sidikalang-Sumbul) diputus. Musuh sempat kelimpungan lantaran panser dan truk serta senjata api tidak bisa lewat. Perang tidak terelak. Musuh membuat jembatan darurat. Seingat Abdul Rahman, dua anggota Jonathan gugur tetapi korban tewas lebih jamak di pihak lawan. Itu diketahui seiring posisi Abdul Rahman juga merangkap anggota Palang Merah. Di antara semak belukar dan kayu di sana, pembela tanah air mengayun senjata laras panjang berupa mahasen, suzuki dan mortir. Tiada kata menyerah kecuali menang untuk merdeka. Diterangkan, mereka bertarung tanpa sandal dan juga tanpa seragam. Saling kenal dan percaya saja. Di era kepemimpinan sebagai Bupati Dairi pertama medio 1947-1948, dia menampilkan kesederhanaan. Tak ada jarak pejabat terhadap rakyat, papar Abdul Rahman, Jumat (5/8) didampingi anggota Tunggul Marbun (81), Ringkon Marbun (68), Mula Siburian (81) dan Albert Tambunan (81).


Disiarkan di harian Analisa Edisi Minggu tgl 14 agustus 2011-- kolom jentera
www.analisadaily.com

Jumat, 05 Agustus 2011

Veteran Prihatin

Abdul Rahman Lubis
Sumut
- Jumat, 05 Agt 2011 01:14 WIB

Sidikalang, (Analisa). Beberapa anggota DPC LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) Kabupaten Dairi mengaku prihatin melihat tingkah oknum elit di negara ini. Perilaku orang tertentu dipandang melenceng dari cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Abdul Rahman Lubis (82) Ketua DPC LVRI Kabupaten Dairi didampingi anggota Tunggul Marbun (79), Ringkon Marbun (68), Mula Siburian (81) dan Albert Tambunan (81) di Sidikalang, Kamis (4/8) mengatakan, sajian media massa tentang lakon oknum elit politik dan birokrasi membuat rakyat bingung. Semua merasa benar dan bekerja demi rakyat tetapi realitanya, terlibat perseteruan tidak sehat. Cuplikan perkelahian dan kasus lain yang menimpa intelektual bangsa menggambarkan komitmen terhadap negeri patut dipertanyakan.

Sepertinya, terjadi degradasi moral. "Kami yang berjuang mati-matian di bawah desingan peluru kolonial, mereka enak saja melempar isu macam-macam. Rakyat lelah. Ironi sekali. Mengisi kemerdekaan justru dengan sikut-sikutan".

Apa tidak aneh jika anggota DPR berkelahi ditonton rakyat? Bagaimana bangsa ini mengejar ketertinggalan bila penentu nasib bangsa tak mampu menunjukkan keteladanan, ujar Abdul Rahman.

Tunggul Marbun menyebut kian miris seiring mengemukanya kasus korupsi. Sebentar-sebentar kepala daerah, menteri hingga mantan menteri ditangkap lantaran terlibat dugaan korupsi. Besok-besok anggota dewan juga diseret.

Albert Tambunan mengutarakan, saat ini terjadi kesenjangan ekonomi sedang nilai sosial kian menipis. Patut dikejar bagaimana mungkin seorang pejabat bisa mempunyai uang milliaran hingga triliun rupiah? Sehubungan itu, hukum harus ditegakkan. Jadikan panglima. Oknum elit, sepatutnya berani bertanggung jawab kala dikabarkan terbelit kasus. Bukan sebaliknya lari dari kejaran.

Para pejuang kemerdekaan ini menyebut, melemahnya kondisi bangsa juga terkait erat dengan kemudahan mendirikan partai politik. Jumlah parpol saat ini sudah terlalu banyak. Akibatnya, semua bisa ngomong melalui lembaga masing-masing. Terkadang, ia harus membuat keputusan walau menentang kata hati. Itu dilakukan demi loyalitas. Kalau tidak, bakal didepak.

Dipaparkan, jumlah 10 partai di era orde lama kala kabinet dipimpin Soekarno juga terlalu jamak. Pengambilan kesimpulan dipastikan rumit. Apalagi kalau 45 parpol. Mereka berpadangan, jumlah partai maksimal lima. Namun kunci terpenting, cinta tanah air secara jujur mesti ditumbuhkan. Tanamkan nasionalisme, jangan mencari-cari kesalahan orang lain.

Begitu pun, veteran mengutarakan, tindakan pro rakyat telah banyak dilaksanakan pemerintah. Hal itu diukur dari ragam pembangunan. Kata Abdul Rahman, sekolah-sekolah sudah baik, jalan hingga ke desa tersedia, aspek kesehatan terpenuhi.

Tunggul Marbun mengutarakan, lompatan pembangunan di Malang Jawa Timur jauh meninggalkan Sumatera Utara. Di sana, pebukitan dikelola secara teratur, lalu lahan datar difokuskan bagi perumahan. Jalan tampak serba mulus tanpa lubang. Sementara di Sidikalang, masih memprihatinkan. (ssr)

www.analisadaily.com

Mahasiswa Turunkan Paksa Merah Putih di Kantor Bupati Dairi


Sumut - Hari ini Pkl. 02:19 WIB


(Analisa/sarifuddin siregar)
Anggota Polres Dairi terlibat ketegangan dengan pemuda menyusul penurunan bendera merah putih di Kantor Bupati Dairi di Sidikalang, Jumat (5/8). Pemuda melakukan aksi itu sebagai ekspresi atas dugaan ucapan oknum anggota Polres Bharat beberapa hari lalu yang dinilai tidak etis.



Sidikalang, (Analisa). Aksi damai sekitar 30 an pemuda mengaku dari Forum Pemuda Mahasiswa Pakpak di depan kantor Bupati Dairi di Sidikalang, Jumat (5/8) sore berakhir ricuh.
Mereka menurunkan bendera merah putih tanpa izin. Hal itu spontan membuat anggota Polres Dairi mengambil sikap menghentikan kegiatan. Bendera putih itupun diambil alih petugas guna diamankan. Para anggota TNI AD juga berjaga mengantisipasi kemungkinan lain.

Kedatangan pemuda itu diarahkan untuk menyatakan sikap, mengutuk tindakan oknum anggota Polres Pakpak Bharat terkait dugaan pelecehan etnis. Semula, kegiatan itu tidak terlalu mendapat perhatian masyarakat. Apalagi, suasana kantor pemerintahan di sana tergolong sepi.

Hartono Maha berorasi mendesak pihak berkompeten di negeri ini memecat oknum polisi atas ucapan tidak etis. Pemuda itu membawa dua spanduk cetakan besar berikut sejumlah karton berisi kalimat protes.

Beberapa saat berselang, fokus bergeser hingga menurunkan bendera. Dan, hal itupun dilakukan. Namun saat penurunan bendera kebangsaan, tembang putus. Sejumlah petugas menyaksikan lakon tersebut.

Hartono Maha menyebut, aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan menyusul perkataan oknum polisi Pakpak Bharat. Diakui, semula poin itu tidak masuk dalam agenda. Itu spontanitas dan awalnya hanya setengah tiang. Atas perbuatan itu, polisi sempat membawa Ali Berampu ke Mapolres.

Seterusnya, terjadi ketegangan antara polisi dan mahasiswa. Suara keras kian menggema ketika orang di luar mahasiswa turun tangan memberi dukungan. Kedua pihak terlibat perang mulut. Lalu, Lumban gaol dari kepolisian mengeluarkan perintah agar oknum diduga membuat keributan dibawa.

Seorang anggota LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) berusia 80 taun lebih menyaksikan adegan perang mulut. Suasanapun berubah panas. Veteran ini mengaku kecewa atas tindakan mahasiswa. Bukan seperti itu cara menyampaikan aspirasi. Bendera tidak boleh diturunkan sembarangan, ujar tokoh berdomisili di Jalan Sisingamangaraja itu.

Emosi mulai menurun kala Kapolres, AKBP Yustan Alpiani datang ke tengah massa. Dia menjelaskan, tidak ada hubungan langsung statemen mahasiswa terhadap penurunan bendera.

Seorang pemuda mengaku marga Bancin asal Pakpak Bharat kemudian memaparkan kondisi dimaksud sebagaimana terjadi tanggal 22 juli kemarin di Tinada.

Katanya, hari itu terjadi pertandingan sepak bola. Tim polisi kalah melawan warga. Tanpa alasan jelas, warga dipukul di tempat lain. Belakangan mengembang pernyataan bahwa oknum polisi melontarkan kata pelecehan menyangkut etnis.

Menurut Bancin, belum dapat dipastikan apakah polisi, benar melontarkan kata-kata itu. Mahasiswa lainnya kemudian menunjukkan 2 surat keterangan saksi seputar dugaan penghinaan. Namun, ketika Kapolres meminta dimana penandatangan lembaran itu. Tetapi, mahasiswa tidak dapat menghadirkan.

Begitupun, Kapolres memilih langkah persuasif. Dia membubarkan aksi dan mengingatkan, pemuda seyogianya menyampaikan secara arif. Tidak ada hubungan ketidakpuasan di Pakpak Bharat terhadap penurunan bendera di Sidikalang.

Kepada wartawan, Kapolres berharap, kelemahan pemuda tidak terulang. Bulan ramadhan dipintakan dijadikan momen membina harmoni. Erwin Sitohang Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Dairi menyesalkan tindakan tadi. (ssr)


Disiarkan di harian Analisa edisi Sabtu tgl 6/8/2011
www.analisadaily.com

Jumat, 29 Juli 2011

Kelahiran Kabupaten Pakpak Bharat Merupakan Mukjizat






(Analisa/sarifuddin siregar)/ Ir Ampun Solin Sekretaris Umum Komite Pemekaran Kabupaten Dairi disaksikan Bupati Kabupaten Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu MBA dan nyonya, Richard Eddy M Lingga SE dan pejuang lainnya memotong kue ulang tahun menandai Hari Jadi daerah otonom ke-8 di Salak, Kamis (28/7). Pengesahan wilayah ini terwujud hanya atas campur tangan Tuhan guna mengangkat
martabat etnis Pakpak.




Bupati, Remigo Yolando Berutu MBA didampingi Wakil Bupati Ir Maju Ilyas Padang membenarkan hal dimaksud saat wawancara bersama wartawan. Diakui, upacara bendera di lapangan Napasengkut, Salak hanya diikuti jajaran PNS, TNI, Polri dan beberapa siswa. Unsur masyarakat tidak hadir di sana.

"Ini bahan introspeksi. Berarti ada kekurangan. Seharusnya, yang merayakan ulang tahun itu bukan hanya bupati. Seyogianya, pemerintahlah menyampaikan ucapan suka kepada masyarakat. Realitasnya, sejumlah kalangan justru menyalami saya. Tetapi, tak apalah, itu ekspresi kegembiraan" ujar Remigo.

Guna menggelorakan semangat perjuangan, Remigo menjelaskan, akan mendokumentasikan sejarah tersebut. Keterangan sejumlah pihak berkompeten, utamanya masyarakat dirangkum kemudian dibukukan. Ini penting dilakukan membuktikan bahwa pencapaian ini adalah buah kerja keras rakyat yang diridhoi Tuhan. Realitas menunjukkan bahwa, ada rantai terputus sehingga penduduk kurang antusias.

Begitupun, kepala daerah ini menerangkan, ragam kemajuan sudah digapai. Bidang pendidikan, kesehatan, pertanian dan infrastruktur telah berbenah. Anggaran pembangunan meningkat signifikan dibanding masa sebelumnya.

Dicontohkan, jumlah SD/MI naik dari angka 58 unit tahun 2003 menjadi 65 unit tahun 2011 didukung 525 pengajar PNS dan 177 non PNS. Bidang kesehatan, angka kematian bayi tahun 2010 adalah 18 per 1000 kelahiran dan angka kematian ibu 1 per 1000 kelahiran. Demikian laju pertumbuhan ekonomi, disebut mencapai 5,49 tahun 2010 atau lebih baik dari Sumut, yakni 6,35. Etnis Pakpak kian menunjukkan eksistensi sebagai salah satu unsur kekayaan Nusantara. Seputar kendala, dibenarkan, juga masih banyak, termasuk lemahnya produktivitas. Itu PR (pekerjaan rumah) bersama.

Resepsi Hari Jadi di pelataran rumah dinas bupati di Salak berlangsung sederhana. Remigo memberi ruang kepada para tokoh pemekaran menyampaikan ungkapan isi hati termasuk memotong roti ulang tahun. Pejabat ini kemudian menyuap roti kepada satu per satu para perintis sebagai tanda penghormatan.

Di antaranya adalah Bishop GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi) Pdt EJ Solin STh, Richard Eddy M Lingga anggota DPRD Sumut, Fakhrudin Kudadiri, Raja Ardin Ujung, Agus Ujung dan beberapa kaum ibu.

Ir Ampun Solin Sekretaris Umum Komite Pemekaran Kabupaten Dairi menuturkan, pembentukan dan kelahiran Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebuah mukzizat. Dari aspek administrasi, sesungguhnya tidak memenuhi syarat. Tidak mungkin daerah bermodalkan tiga kecamatan serta keterbatasan ini direstui. Hanya atas campur tangan Tuhanlah daerah otonom ini disahkan. Pakpak Bharat muncul penuh spesifik sedang daerah lain dideklarasikan dalam kecukupan. Proses itu sungguh melelahkan. Jadi, jangan terlalu menuntut kepada pemerintah. Beri kesempatan berkreasi dan berinovasi.

Bersamaan itu, ia mengajak masyarakat bersinergi. Tidak terbawa dalam pengelompokan. Etnis Pakpak adalah satu dalam wadah Silima Suak. Jangan membedakan suak ini, suak itu. Jalin harmoni. Ini adalah anugerah Tuhan, yakni jembatan untuk menunjukkan jati diri Pakpak.

Delphi Masdiana Ujung SH MSi Ketua DPRD Dairi mengapresiasi upaya keras pemerintah daerah. Khususnya di bawah manajemen Remigo, geliat ekonomi diyakini lebih menggema seiring penetapan program realitis. Potensi alam dan pendukung dapat digali hingga mampu mensejajarkan diri dengan yang lain. (ssr)


Disiarkan di harian Analisa edisi Sabtu tgl 30/7/2011
www.analisadaily.com