Kamis, 30 Juni 2011

Marga Damanik Gelar Syukuran


SYUKURAN: Rasiden Damanik anggota DPRD Dairi dalam kapasitas Ketua Panitia (kiri) didampingi sekretaris St Japantas Damanik SP menari (manortor) bersama pada acara syukuran marga Damanik di gedung Nasional Sidikalang, Sabtu (25/6). Syukuran dimaksud digelar pertama kali sejak memutuskan daerah ini sebagai perantauan. (Analisa/sarifuddin siregar)



Sidikalang, (Analisa)

Marga Damanik se Kabupaten Dairi menggelar acara syukuran. Agenda dirangkai bertajuk “Pesta Marsombuh Sihol Keluarga Besar Damanik Boru Bere Pakon Panogolan diadakan di Gedung Nasional Sidikalang, Sabtu (25/6). Warga dari 15 kecamatan mengikuti acara yang berlangsung sederhana. Boru Munthe bunda pengacara kondang Juniver Girsang yang didaulat sebagai tamu kehormatan ikut ambil bagian.

Rasiden Damanik SE Ketua Damanik se Kabupaten Dairi mengatakan, dari hasil komunikasi dikuatkan motivasi para orang tua, disimpulkan bahwa mereka kerinduan bersama. Ingin berbagi rasa serta bermaksud mempererat keakraban. Masukan dari berbagai pihak itu dirangkum hingga terwujudnya kegiatan. Sebelumnya, panitia telah minta restu para tokoh Prof DR Sengli Damanik MSc , Prof DR Hasan Damanik dan Prof DR Kamrol Damanik Eng. Diprogramkan, pertemuan digelar setiap tahun.

St Japantas Damanik SP Sekretaris kegiatan menjelaskan, sejak merantau ke tanah Pakpak, agenda saling melepas rindu lingkup kabupaten belum pernah dilaksanakan. Karenanya, dapat dimaklumi bila animo tersebut sangat besar. Tercatat, ada 180 kepala keluarga bermukim di berbagai penjuru desa. Dibenarkan, keturunan Raja Damanik memperoleh berkah dan anugerah. Ragam profesi digeluti baik di birokrasi maupun wiraswasta.

Guna penyegaran iman, acara diselingi kebaktian rohani. Pendeta Doliaman Damanik STh MA dalam kotbahnya menekankan pentingnya saling menyayangi dan membantu sesama. Perjalanan aktivitas keseharian sebaiknya diawali doa. Peraihan sukses tidak boleh menyakiti orang lain.

Pada acara tersebut sejumlah keluarga menunjukkan solidaritas. Lelang cenderamata berupa ulos serta manortor (menari –red) irama Simalungun silih berganti. Sebanyak Rp 57 juta dana terkumpul secara spontanitas. Sementara itu, berbagi kasih dengan masyarakat diwujudkan melalui jamuan makan bersama 50 an anak yatim piatu. Selanjutnya, mengingatkan histori Raja Damanik terhadap generasi muda juga dipagelarkan totor bertitel “Tapeng-tapeng” . Puluhan tahun silam, tokoh itu hidup pernah menderita di perantauan. Ia bertahan atas bantuan seekor burung. Hewan itu menolong hingga pulih melalui pemberian makanan. Seiring itu cinta alam mesti ditanamkan sejak dini.

Ir Panner Damanik Ketua Umum Ihutan Bolon Boru Pakon Panogolan didampingi Sekretaris Pandapotan Damanik SH kepada wartawan menjelaskan, perayaan diarahkan untuk menjalin kekerabatan. Juga, agar senantiasa ingat bona pasogit (kampung halaman-red). Potensi marga ini bagi kelangsungan pembangunan dipandang cukup besar. Dipintakan, komponen ini menunjukkan dukungan kepada pemerintah. Diharap ajang tersebut menjadi benteng bagi penguatan nilai sosial budaya.(ssr)


Disiarkan di Harian Analisa edisi Kamis (30/6/2011)

Selasa, 28 Juni 2011

Demi Pendidikan, Siswa Kelas 1 SD Terpaksa Kost



Cetak Email
Oleh: Sarifuddin Siregar

Usia kanak-kanak lazimnya merupakan masa paling indah. Kala itu, mereka memperoleh penuh kasih sayang kedua orang tua. Tak heran, mau bangun saja kadang-kadang si ayah atau bunda memilih beranjak dari tempat tidur untuk bercanda sejenak bersama si buah hati. Sebagai darah daging, orang tua sesekali mempertanyakan apa ikan atau buah

bahkan sayur favorit si anak. Bila permintaan dirasa sukar terpenuhi, sesekali dijawab, kita belum punya uang. Respon lain, sabar ya..? Nanti kalau sudah panen, pasti kita beli.

Barang kali, demikian juga kita, pada hakekatnya tak ingin jauh dari anak, apalagi ia belum mandiri. Kala terlambat pulang sekolah saja, si bocah sudah dicari ke sana kemari. Panik tak kepalang tanggung hingga menurunkan gairah bersantap siang.

Tetapi, masa bahagia penuh kenangan manis tidak sepenuhnya dikecap generasi muda bangsa. Tiada waktu bermain dan tiada waktu bermanja. Selain kepedihan itu kerap menimpa kaum miskin kota, derita serupa juga menerpa keluarga di pedesaan khususnya jauh dari akses transportasi dan informasi.

Itu sekilas pandang kondisi penduduk Dusun Lae Maromas Desa Lae Haporas Kecamatan Siempat nempu hilir Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Permukiman ini bertetangga dengan Dusun Logan Desa Lae Luhung. Jarak keduanya sekitar 6 kilometer. Dan, hanya di sana berdiri SD (sekolah dasar) terdekat. Sedang untuk jenjang SMP (sekolah menengah pertama) fasilitas pendidikan paling terjangkau ada di Desa Pardomuan sejauh 8,5 kilometer.

Lae Maromas, sebuah permukiman yang belakangan ini menghentakkan hati penggiat kesehatan khususnya di level Sumatera Utara. Betapa tidak, KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit malaria medio pertengan juni 2011 kemarin mengungkap bahwa di sekitar kita banyak orang menjerit. Dua jiwa terenggut dan 29 orang dari 40 kepala keluarga dinyatakan positif terinfeksi.

Mereka telah merdeka namun hampir tak merasakan nikmatnya era kemerdekaan. Siang merana malam gelap gulita. Mau mengadukan kepenatan fikiran, siapa yang sudi mendengar. Mereka tidak punya akses menemui pejabat pemerintahan dan kaum elit lainnya.

Kabarnya, perkampungan itu mulai dihuni tahun 1970. Jumlah penduduk tergolong sangat sedikit. Pemukiman sedikit ramai seiring masuknya perusahaan kayu tahun 1986. Kala itu, ruas tersedia hanya berupa jalan logging (truk pengangkut balok). Armada itulah ditumpang untuk memperoleh barang kebutuhan dan mobilitas. Seiring terbatasnya stok, pengusaha pun hengkang. Konsekwensinya, mereka kembali larut dalam kesepian mendalam. Suara chain saw dan permukiman berganti senyap. Sunyi dan terus tersedu.

Sejak saat itu, tak terdengar lagi kunjungan orang baru maupun kesibukan pendatang. Jalan terbuat dari tanah liat kehilangan bentuk oleh cuaca. Permukaan tertutup semak sedang beberapa tepi tampak longsor. Ukuran pun kian menyempit menjadi sekitaran dua meter. Karenanya, dapat dimaklumi jikalau kehadiran Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro dan tim guna melakukan penanggulangan penyakit malaria menimbulkan kecengangan di hati warga. Bayangkan, 20 tahun lebih suatu permukiman tak dilintasi mobil bahkan seumur umur belum pernah dikunjungi pejabat.

Namun demikian, sebagai orang tua, penduduk tidak mau terlelap dalam beratnya beban hidup. Usaha tani tetap ditekuni. Jengkol, kopi, durian, nilam dan tanaman keras lainnya adalah komoditas yang dikembangkan. Hanya saja, tidak banyak keuntungan diraih sebab panenan banyak ditelan hama.

Ongkos Rp 1000/Kg

"Kami seperti petani tanpa harapan. Kami menanam tetapi monyet dan babi hutan yang memakan duluan. Hama itu tidak punya rasa takut. Organisme itu juga biasa bermain mengorek ubi hingga ke depan rumah. Ke kaki lima ini sering datang," ujar Gussang Sinurat, Kami menanam tapi monyet berpesta, tambahnya.

Cabe, kacang tanah dan jagung, kelihatannya saja subur sekarang. Esok lusa bisa berubah hampa digasak monyet, kata dia. Hanya hitungan hari sudah lenyap. Begitu pun ketimbang lahan terlantar, budidaya tetap dilakoni. Minimal dipungut 20 sampai 30 persen. Ditambahkan, beban ekonomi penduduk di sana amat memilukan. Ongkos setiap bahan dikenakan biaya Rp 1000 per kilogram. Bila di pasaran semisal di Desa Pardomuan harga gula putih Rp 12 ribu per kilogram, maka mereka membeli Rp 13 ribu. Pupuk urea bersubsidi misalnya, didapat Rp 150 ribu per zak.

Demikian sebaliknya, kalau menjual hasil tani, juga ditambah Rp 1000. Bila ada petikan cabe sebanyak 100 kilogram semisal satu karung, tentu ada cost Rp 100 ribu. Jika pasaran anjlok sesekali terpaksa mengambil keputusan pahit hingga membiarkannya busuk di lahan. Semua produk itu diangkut memakai tenaga kuda. Bila kuantitasnya sedikit, sepeda motor jadi pilihan.

Ngolu Sinaga memaparkan, atensi pemerintah minim. Bidan desa tak ada. Fasilitas penerangan yakni listrik juga nihil. Bila seseorang menderita sakit keras atau hendak bersalin, pasien ditandu ke kampung tetangga. Begitu pun, masa depan anak harus diperjuangkan. Karenanya, anak-anak seusia kelas 1 SD pun terpaksa dibikin kost ke Desa Lae Luhung. Saat ini, ada sekitar 10 pelajar kelas 1 menumpang sementara di luar. Sedang para murid SMP tinggal di Desa Pardomuan. Biaya hidup mereka dikenakan 1,5 kaleng beras atau setara 22 kilogram. Si buah hati itu biasanya pulang Sabtu sore. Bila orang tua tidak punya kendaraan, anak-anak tersebut jalan bareng lalu berangkat lagi Minggu sore mengayuh kaki.

"Bagaimana lagi mau dibikin? Ketimbang ngak sekolah… Berppisah pun terpaksa kami relakan. Jangan lagi anak-anak sesakit kami", kata Ngolu. Dikatakan, ketika anak-anak pulang juga membawa minyak tanah untuk keperluan memasak di kampung. Saking jauhnya perjalanan, dapat dimengerti bila buah pepohonan dan sejenisnya dikonsumsi demi mengganjal perut dan dahaga.

Bissara Boang Manalu dan beberapa warga lainnya berharap pemerintah daerah mengerti apa keperluan mereka. Sesungguhnya, aspirasi hendak disampaikan kepada Bupati. Hanya saja, kesibukan menangani penduduk membuat ruang komunikasi belum ketemu .

Kelemahan Bersama

Ya… demikianlah nasibb orang pinggiran. Andai bupati terlahir di situ tentunya camat pasti super sibuk mencuri hati penduduk. Dan, inilah realita. Bahwa Bupati ternyata lebih dahulu menginjakkan kaki ketimbang camat yang diangkatnya pada situasi emergency. Beginikah pro rakyat? Jika camat saja kurang menguasai peta wilayah kewenangan-- bagaimana berharap banyak terhadap penyuluh pertanian, tenaga medis hingga para pimpinan instansi teknis untuk mengangkat martabat rakyat?

Jika sudi berlapang dada, keterpurukan ini adalah kelemahan bersama. Setiap institusi tentunya punya tanggung jawab terhadap warga hingga ke pelosok dusun sekalipun. Sebab, pembukaan jalan pada intinya tetap mesti berhitung tentang apa potensi di sana. Hal serupa terkait dengan program KB (keluarga berencana) dan pendidikan. Bila kita melempar tugas, itu identik memposisikan kaum miskin itu di luar statistik kependudukan daerah otonom ini.

Bukan saja kegagalan eksekutif tetapi juga semua elemen termasuk legislatif. Bukankah mereka juga memberi hak pilih pada pemilu lalu? Bukankah anggota dewan saat ini duduk atas suara mereka? Pertanyaannya, dimanalah para wakil rakyat itu? Lalu, dimana peran ulama/rohaniawan yang punya jaringan luas? Ataukah para panutan itu juga abai?

Begitupun, tidak pantas membiarkan ratap tangis berkepanjagan. Apalagi permukiman lainnya juga diterpa derita serupa. Selintas solusi, penempatan dokter/paramedis pria menjadi kepala puskesmas dilengkapi kendaraan roda dua plus insentif menggairahkan di desa terpencil layak dijadikan alternatif. Terhadap prestasi, dianya patut memperoleh promosi penugasan ke kota dan penjenjangan pendidikan. Dengan begitu, tidak ada alasan baginya kesulitan menemui warga. Demikian terhadap camat, penting diberi punishment and reward agar tidak terlena pada kesejukan jabatan.

Seputar budidaya tanaman sebagai pondasi ekonomi, sebaiknya ditata ulang. Jengkol adalah komoditas yang banyak diusahai.

Namun, buah itu tidak punya ketergantungan tinggi terhadap industri dan bisnis restoran. Amat bijaksana bila daerah itu difokuskan bagi pengembangan kelapa. Bila saja setiap keluarga punya 100 batang kelapa hibrida maka pedagang pengumpul akan mengincar. Petani tak repot lagi berhitung ongkos.

Selanjutnya, kakao turut dikembangkan bersama. Namun yang tak kalah penting, tentunya diikuti pembenahan infrastruktur dan kontrol harga produk bersubsidi. Mengalokasikan dana PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat) dirasa cukup menalangi pendanaan.

Rabu, 22 Juni 2011

Pembangunan Jalan Nasional di Sidikalang Terkesan Mubazir

TERKESAN MUBAZIR: Jalan nasional di Panji Sibura-bura Sidikalang Kabupaten Dairi sedang diperbaiki. Padahal, rehab total telah dilakukan dua tahun lalu. Kegiatan tersebut terkesan boros. Di titik tertentu, campuran hotmix ditabur tanpa membuang konstruksi yang retak, Selasa (21/6). (Analisa/sarifuddin siregar)


Sidikalang, (Analisa)

Anggota DPRD Sumatera Utara daerah pemilihan Kabupaten Dairi, Karo dan Pakpak Bharat, Richard Eddy M Lingga SE mempertanyakan dasar rehab total ruas jalan nasional di Sidikalang Kabupaten Dairi. Kegiatan dimaksud yakni pemasangan hotmix ulang di sekitaran jalan Pahlawan Panji Subura-bura.

Diutarakan, ruas itu telah dikerjakan dua tahun lalu. Karenanya, kurang etis jika sekarang kembali dilapis total. Jika sifatnya pemeliharaan yaitu pembenahan di titik tertentu, sudah barang pasti dapat dimaklumi. Dan demikian sepatutnya.

“Proyek itu terkesan pemborosan anggaran.Mubazir... Masih relatif mulus dipermak lagi. Sensifitas oknum pengusul pekerjaan terkesan rendah ” ujar Richard anggota fraksi partai Golkar melalui telepon selluler, Selasa (21/6).

Menurutnya, banyak ruas jalan nasional di jalur itu rusak parah. Akses transportasi Pakpak Bharat-Aceh Singkil di Nanjombal, Dairi-Aceh Tenggara di Desa Kutabuluh dan Desa Butar maupun di lintasan Kabupaten Dairi adalah sampel yang membutuhkan penanganan mendesak. Di letter “S” hingga Simpang Tiga Kecamatan Sitinjo, kata dia, air mengaliir bagai sungai kala hujan. Lapisan aspal terkikis habis. Secara fisik, tidak layak lagi dikategorikan jalan nasional. Lebih identik jalan logging untuk pemakaian sendiri.

Pantauan wartawan, di sekitar areal pekerjaan terpajang papan merek menerangkan ragam uraian. Konstruksi ditangani oleh PT Yudha Karya bersama konsultan PT Esconsoil Ensan. Alokasi dana Rp 2.235.057.000 bersumber dari APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Kegiatan berada di bawah naungan SKPD TP Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Sumut.

Namun demikian, patut diduga pekerjaan tersebut terkesan asal jadi. Atau memang, instansi teknis tidak melakukan peninjauan lapangan secara optimal tentang realita. Pasalnya, di depan Kantor Dinas Pertanian hingga beberapa meter ke arah timur, lapisan lama yang retak memanjang tidak dikorek sebelum dipasang campuran baru. Kondisi rusak tersebut dibiarkan diikuti penyiraman aspal cair, lalu ditutup memakai hotmix.

Seorang staf berkantor di instansi teknis ini mengutarakan, bila titik tertentu retak atau pecah-pecah maka perlu dikorek lalu dibuang. Bila tidak dilakukan demikian, kemungkinan besar terkait keterbatasan dana. (ssr)


www.analisadaily.com

Disiarkan di Harian Analisa Edisi Rabu tgl 22/6/2011

Selasa, 21 Juni 2011

Wabah Penyakit Malaria di Lae Maromas Terkendali





PENGENDALIAN MALARIA: Richard Eddy M Lingga anggota DPRD Sumut menyampaikan sejumlah bantuan dari Dinas kesehatan Sumut guna pencegahan penyakit menular di Dusun Lae Maromas Desa Lae Haporas Kecamatan Siempat nempu hilir Kabupaten Dairi, Sabtu (18/6). Sebelumnya, daerah ini ditetapkan status Kejadian Luar Biasa. Dua orang korban meninggal dunia dan puluhan terinfeksi. (analisa/sarifuddin siregar)



Sidikalang, (Analisa)

Wabah penyakit malaria di Dusun Lae Maromas Desa Lae Haporas (bukan Desa Lae Luhung-red) Kecamatan Siempat nempu hilir relatif terkendali. Warga mulai tidur lelap tanpa gangguan berarti. Suasana masyarakat kembali tenang. Aktivitas berjalan normal seperti sedia kala.

Serangan penyakit malaria yang menimbulkan kepanikan sudah teratasi, kata Gussang Sinurat bersama sejumlah penduduk, Sabtu (18/6) saat menerima kunjungan kerja Richard Eddy M Lingga anggota fraksi Partai Golkar DPRD Sumatera Utara di permukiman terisolir tersebut, Sabtu (18/6). Gussang mengutarakan, Bupati Dairi, KRA Johnny Sitohang Adinegoro sangat respons terhadap derita di sana kendati sarana transportasi tidak memadai sebab jalan hanya berupa tanah liat yang kehilangan bentuk. Kalau bukan double cabin, lintasan itu takkan bisa dilalui. Kedatangan Johnny bersama tim, Minggu (12/6) diikuti tindakan pencegahan sudah berhasil mencegah jatuhnya korban baru.

Ngolu Sinaga menjelaskan, rombongan tersebut melakukan fogging, tes darah, chek dahak dan pembagian obat. Selang beberapa jam, suhu badan kembali tenang. Tegang di leher pun hilang. Namun demikian, Ramlan Simbolon (45) mengeluhkan, nafas serasa sesak dan kepala pening dan mau muntah pasca konsumsi obat bantuan pemerintah itu. Tiapul Munthe mengatakan, kakaknya Osmina Munthe (49) justru mengalami pembengkakan badan hingga sukar bergerak setelah menelan obat itu.

“Sudah beberapa hari, kakak saya tak bisa jalan. Ia tergeletak. Badannya bengkak setelah diberi obat” ujar Osmina. Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi berpendapat, gangguan itu bersifat temporer. Memang bahan tersebut punyak efek samping.

Richard didampingi Kepala Puskesmas Sopobutar, dr Imelda Sitompul menyebut, Dinas Kesehatan Sumut juga amat tanggap terhadap kasus itu. Berbagai peralatan dan obat segera dikirim pasca penetapan status KLB (Kejadian Luar Biasa) oleh Bupati. Sedang perannya, mendorong instansi teknis mencurahkan kemampuan hingga problema itu benar-benar teratasi. Richard menyarankan urgensi penelitian tentang habitat malaria falcifarum sekaligus pemberantasan bibit penyakit agar tidak tertular ke dusun tetangga.

Secara simbolis, Richard menyerahkan kelambu, makanan tambahan ASI (air susu ibu) dan material lain kepada penduduk Desa Lae Haporas. Masyarakat Desa Lae Luhung yang berbatasan dengan Lae Maromas berharap pencegahan juga kebagian pencegahan. Tidak tertutup kemungkinan, organisme berpindah tempat. Demi optimalisasi tugas Dinas Kesehatan kabupaten, peralatan berupa spraycand turutdiserahkan.

Guna memastikan pengendalian sudah optimal, tim Dinas Kesehatan Sumut masih tinggal di lokasi. Tim tersebut beranggotakan Halik Hadi SKM penanggung jawab penyakit malaria, Mizuar SKM Mkes penanggung jawab surveylance dan Karyo Sihotang SKM penanggung jawab entomologi.

Sebagaimana dikabarkan, akhir mei kemarin dua penduduk direnggut penyakit ini. Pasca inspeksi mendadak Bupati, tiga warga dirujuk ke RSU Sidikalang seiring kondisi kronis. Dalam waktu dekat, pengidap itu sembuh seiring sejumlah darah sudah didonasi. (ssr)

www.analisadaily.com

Disiarkan di Harian Analisa edisi Senin tgl 20/6/2011

Guru harus Kuasai Teknologi





Pakpak Bharat, (Analisa)

Guru harus terus belajar, utamanya guna menguasai teknologi. Perkembangan dewasa ini menunjukkan tendensi bahwa ilmu pengetahuan bukan saja diperoleh melalui pendidik di ruang sekolah namun berbagai fasilitas telah tersedia.

Internet, koran, televisi, telepon seluler merupakan sarana canggih yang kerap dipakai oleh pelajar dan semua kalangan dalam memperoleh informasi terkini. Bila sampai guru tertinggal, maka martabatnya akan rendah di mata murid. Pendidik mesti lebih cerdas dan piawai dibanding siswa.

Ini peringatan terakhir. Jangan sampai ditemukan guru belum mampu mengoperasikan computer. Jika itu terjadi, langkah tegas pasti dilakukan. Sebelum terlambat, mulailah berbenah sebab penguasaan tersebut merupakan tuntutan profesi.

Hal itu disampaikan Bupati Pakpak Bharat , Ir Remigo Yolando Berutu MBA saat penyerahan penghargaan kepada 63 siswa berprestasi tingkat SMA/MA dan SMK se daerah otonom dimaksud. Cenderamata itu terdiri dari alat tulis dan bungkusan. Kegiatan diadakan di aula SMK Negeri Kecamatan Pergetteng-getteng sengkut, Senin (20/6).

Penerima adalah juara I, II dan III. Di sana hadir Kepala Dinas Pendidikan Drs Holler Sinamo, beberapa kepala sekolah, orang tua murid dan Dewan Pendidikan. "Jika bukan karena sekolah, saya tidak mungkin jadi bupati. Demikian pejabat lain" kata Remigo.

Kepada orang tua dipintakan, anak sebagai harapan keluarga jangan lagi dibebani terutama menyangkut tenaga kerja. Fokuskan mereka belajar. Bukan saatnya lagi model itu dilakoni. Dukungan orang tua adalah salah satu unsur penting demi keberhasilan si buah hati.

Sementara itu, anak-anak ditekankan konsentrasi belajar dan belajar terus. Menurutnya, tantangan ke depan kian besar. Bila tidak diimbangi semangat tinggi maka peluang emas yakni masa depan berpotensi lepas.

Bahkan, untuk mempertahankan prestise juara saat ini, intensitas belajar perlu dinaikkan dua kali mengingat kompetitor lain juga gigih. Jadilah siswa bertanggung jawab, ucap kepala daerah yang juga politisi Partai Demokrat ini mengapresiasi membaiknya kualitas pendidikan.

Remigo menerangkan, pemimpin bangsa di dunia menggenggam sukses hanya digenggam lewat pendidikan. Dan, hanya pendidikanlah mampu membangkitkan suatu negara. Nasib bisa diperbaiki lewat sekolah dan pengetahuan. Seiring itu, ditandaskan, sektor ini merupakan skala prioritas di era kepemimpinnya. (ssr)


www.analisadaily.com

Disiarkan di Harian Analisa edisi Selasa tanggal 21/6/2011

Kamis, 16 Juni 2011

10 Sekdes Dilantik jadi PNS





SEKDES JADI PNS: Para Sekretaris Desa mengangkat sumpah pengukuhan menjadi pegawai negeri sipil di hadapan Bupati Dairi, KRA Johnny Sitohang Adinegoro, Rabu (15/6). Aparat dimaksud diharap senantiasa belajar guna menimba ilmu. (Analisa/sarifuddin siregar)


Sidikalang, (Analisa)

Sebanyak 10 orang Sekdes (sekretaris desa) di Kabupaten Dairi dilantik menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Pengambilan sumpah dipimpin Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro dilangsungkan di gedung Balai Budaya Sidikalang, 15/6). Mimpin Karo-Karo bertugas di Desa Lau Primbon Kecamatan Tanah Pinem, Nofelis Telambenua di Desa Parbuluan IV Kecamatan Parbuluan dan Parulian Gurning di Desa Sukandebi Kecamatan Tigalingga adalah tiga diantaranya aparat pemeritah di level terendah dimaksud.

Bupati menekankan, agar para personil dimaksud senantiasa belajar guna meningkatkan pengetahuan menyesuaikan diri sesuai tuntutan layanan publik. Jangan merasa punya pengalaman cukup sebab perubahan selalu berjalan. Seiring itu, mereka diharap menunjukkan kinerja terbaik demi perbaikan kesejahteraan masyarakat.

Bupati meminta mereka melakukan kewajiban administrasi secara baik. Sementara keluarga, disarankan jangan mengintervensi tugas Sekdes. Jangan berharap melakoni sesuatu di luar normative seiring kapasitas PNS itu. Demikian camat, perlu membangun komunikasi sekaligus membimbing aparat tersebut sehingga target kerja tercapai.

Agenda berlangsung sederhana dihadiri Sekretaris Daerah Arsenius Marbun, Kepala Badan Kepegawaian dan Pelatihan Daerah Julius Gurning serta beberapa camat. Sekdes tertentu diduga terpaksa meminjam kemeja rekan untuk mengikuti pengukuhan. Ia hadir mengenakan seragam PNS beratribut Dinas Pendidikan. (ssr)


Dimuat di Harian Analisa edisi kamis tgl 16/6/2011

KLB Malaria di Dairi, 15 Warga Terinfeksi

PENGASAPAN: Anggota Tim Pemerintah Kabupaten Dairi melakukan pengasapan di rumah dan lingkungan warga Dusun Lae Maromas Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat nempu hilir, Minggu (12/6). Penyakit malaria falcifarum dikabarkan berkembang di permukiman terisolir tersebut. Daerah otonom ini ditetapkan bersatus Kejadian Luar Biasa.









PDF Cetak Email
Sidikalang, (Analisa)

Wilayah Kabupaten Dairi ditetapkan bersatus KLB (Kejadian Luar Biasa) kasus penyakit malaria.

Plt Kepala Dinas Kesehatan, dr Haposan Situmorang dikonfirmasi di ruang kerja, Selasa (14/6) menjelaskan, kategori dimaksud ditetapkan sejak, Minggu (12/6) pascapenemuan pasien terjangkit penyakit dimaksud di Dusun Lae Maromas Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat Nempu Hilir.

Dibenarkan, awalnya tim medis masih berasumsi bahwa derita warga sebagai demam aneh lantaran hasil analisa belum diperoleh. Kini, sesuai ketentuan kesehatan, daerah ini ditingkatkan status menjadi KLB.

Disebutkan, Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro sebagai pimpinan tim telah melakukan inspeksi mendadak guna merespons keluhan penduduk seputar munculnya jangkitan itu.

Dijelaskan, dari diagnosa terhadap pemukim di daerah terisolasi itu, 15 warga dinyatakan positif terinfeksi penyakit malaria falcifarum. Tiga orang diantaranya dirujuk ke rumah sakit Sidikalang sedang lainnya dirawat di lokasi melalui pemberian obat.

Guna membatasi pembiakan bibit penyakit, tim melakukan fogging (pengasapan) ke rumah dan lingkungan. Akhir Mei kemarin, dua warga meninggal akibat sengatan organisme mematikan itu.

Dari aspek kesehatan, Dairi sudah fase KLB, ujar Haposan. Hanya saja secara administratif, Bupati perlu membuat penetapan guna diteruskan kepada pemerintah provinsi dan Menteri Kesehatan. Kriteria KLB, tambah Haposan, ditemukan perubahan bilangan penderita, semisal dari nol menjadi satu orang. Atau, jangkitan naik dua kali lipat dibanding data awal.

Dia berharap, Dinas Kesehatan Sumut segera turun mengingat ketersediaan obat di institusi daerah otonom ini sangat terbatas. Sesungguhnya, tidak ada dana untuk pengadaan. Kalaupun stok tersedia, material itu adalah sisa tahun 2010 pada kegiatan Survey Kesehatan Nasional.

Haposan juga mempertanyakan bagaimana bibit penyakit itu berkembang. Secara ilmiah, bahwa malaria falcifarum hidup di dataran rendah yakni ketinggian maksimal 200 meter di atas permukaan laut.

Di samping itu, ia punya habitat rawa-rawa. Sementara itu, perkampungan tersebut berada di kaki pebukitan berhutan serta iklim relatif dingin. Apakah mungkin organisme itu mengalami mutasi genetik, tanya dia?

Kepala Bagian Hubungan Kemasyarakatan Sekretariat Daerah, Erika Hasugian menjelaskan, dusun itu dihuni sekitar 40 kepala keluarga. Dari jumlah ini, beberapa di antaranya juga mengalami penyakit TB paru (TBC-red). Itu diketahui dari pemeriksaan dahak.

Terpisah, Richard Eddy Lingga anggota DPRD Sumut daerah pemilihan Kabupaten Dairi, Karo dan Pakpak Bharat mendesak Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara merespon cepat keluhan itu. Pemerintah harus bertanggung jawab meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Korban jiwa jangan sampai bertambah.

"Kita minta, seluruh peralatan, obat dan tenaga spesialis yang cekatan segera dikerahkan ke lokasi. Juga perlu dilakukan diagnosa terhadap warga di perkampungan tetangga," ujar dia.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr Candra Syafei SpOG mengaku belum mendapat laporan. Begitupun dia berjanji akan segera mengoordinasikan masalah itu dengan Dinas Kesehatan Dairi. (ssr/nai)


www.analisadaily.com

Disiarkan di Harian Analisa edisi rabu tgl 15/6/2011

KLB Malaria, Mayoritas Wajah Warga Dusun Lae Maromas sudah Pucat


PDF Cetak Email
Sidikalang, (Analisa)

Bupati Kabupaten Dairi, KRA Johnny Sitohang Adinegoro mengharap Dinas Kesehatan Sumut sebagai instansi teknis segera menurunkan tenaga ahli dan peralatan berikut obat guna mengatasi KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit malaria di daerah ini.

Hal itu disampaikan Johnny kepada wartawan di Sidikalang pasca penanggulangan darurat terhadap wabah yang terjadi di Dusun Lae Maromas Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat nempu Hilir.

Rencanaya memang hari ini tim dari Dinkes Sumut akan datang. Tetapi, kalau dukungan peralatan juga terbatas, buat apa? Toh, penanganan sederhana juga telah diadakan berupa fogging permukiman dan test darah serta pembagian obat. Kita butuh untuk pengendalian permanen.

Kehadiran petugas dimaksud sangat urgen guna penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Diutarakan, kondisi kehidupan di sana sangat memprihatikan. Sebagian besar wajah masyarakat mulai dari anak-anak hingga lanjut usia terlihat pucat. Masyarakat lesu kurang bergairah.

Beberapa di antaranya tak kuat lagi mengayuhkan kaki. Bahkan, ada mengidap komplikasi TB paru (TBC-red). Bagaimana tidur nyenyak kalau suhu badan panas dingin? Seiring itu, tim dipintakan meluncur sembari membawa peralatan mutakhir.

Dari hasil wawancara, ujar Johnny, wabah dimaksud bukan barang baru. Serangan itu telah berlangsung lama hingga merenggut beberapa korban jiwa. Hanya saja, keterisoliran membuat mereka tidak punya akses melaporkan derita kepada pemerintah.

Perkampungan itu belum dapat dilintasi kendaraan roda empat. Jaringan telekomunikasi juga belum terjangkau. Tingkat penyebaran penduduk tergolong tinggi dimana jarak antar hunian keluarga tergolong jauh. Pengobatan massal dilakukan dengan cara menjemput penduduk dari kediaman masing-masing lalu dikonsentrasikan di satu lokasi.

Johnny membenarkan, wajib mengerahkan tim medis kabupaten pada Minggu (12/6) kendati hari libur. Tidak ada hubungannya mencari popularitas. Ini panggilan nurani. Langkah itu menyangkut keselamatan. Korban jatuh jangan sampai bertambah.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, 15 warga positif terinfeksi penyakit malaria falcifarum, tiga di antaranya dirujuk ke RSU Sidikalang. Akhir Mei kemarin, dua warga meninggal.

Dinas Kesehatan Sumut mengirimkan tim survailens dan memberikan bantuan kelambu serta obat-obatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) wabah malaria di Dusun Lae Maromas, Desa Lae Luhung, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr Candra Syafei SpOG melalui Kepala Seksi Wabah dan Bencana Suhadi, Rabu (15/6), membenarkan kalau daerah itu ditetapkan sebagai KLB malaria.

Laporan terakhir, katanya, dari 104 penderita yang diperiksa ternyata 41 positif menderita malaria falcifarum. "Namun kita belum mendapat informasi adanya kematian akibat wabah ini," sebut Suhadi.

Tim survailens yang diturunkan, sebutnya, akan melakukan survei epidemologi kasus sebenarnya yang terjadi. Tim juga membawa obat dan 50 unit kelambu untuk dibagi-bagikan kepada warga kampung.

Sama seperti Dinas Kesehatan Dairi, Dinkes Sumut juga masih mengaku bingung untuk memastikan apakah sudah terjadi mutasi gen malaria. Soalnya, menurut kebiasaan nyamuk anopeles penyebab malaria hidup di kawasan air payau.

"Kita belum bisa memastikan apakah ada perubahan pola nyamuk anopeles yang menyebabkan malaria apakah sudah bisa hidup di kawasan air tawar. Biasanya, nyamuk itu hidup di kawasan air payau. Kita tidak tahu persis, karena kita tidak memiliki ahli soal nyamuk tersebut. Jika memang diperlukan kita akan meminta bantuan Kemenkes," ucap Suhadi.

Sementara, Konsulta Penyakit Tropik Indonesia Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD menyatakan, walaupun Dairi termasuk kawasan perbukitan yang jauh di atas permukaan laut, namun kawasan itu bisa saja terjangkit malaria. "Karena, daerah itu berbatasan dengan Aceh Selatan dan Aceh Tenggara yang endemis malaria. Saya tahu daerah itu, karena pernah bertugas di Kutacane 1995-1996 dan menangani malaria," ucap Umar.

Menurutnya, apa yang dilakukan Dinkes Sumut menurunkan tim survailens ke sana sudah tepat. "Tapi, lebih bagus lagi kalau tim yang diturunkan terpadu dari lintas sektoral. Harapannya, masalah ini bisa cepat diatasi," ucapnya seraya mengaku siap jika memang dibutuhkan tenaganya termasuk jika harus bekerjasama dengan universitas di tempatnya mengabdi. (ssr/nai)

www.analisadaily.com

Disiarkan di harian Analisa edisi kamis tgl 15/6/2011