Kamis, 16 Juni 2011

KLB Malaria di Dairi, 15 Warga Terinfeksi

PENGASAPAN: Anggota Tim Pemerintah Kabupaten Dairi melakukan pengasapan di rumah dan lingkungan warga Dusun Lae Maromas Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat nempu hilir, Minggu (12/6). Penyakit malaria falcifarum dikabarkan berkembang di permukiman terisolir tersebut. Daerah otonom ini ditetapkan bersatus Kejadian Luar Biasa.









PDF Cetak Email
Sidikalang, (Analisa)

Wilayah Kabupaten Dairi ditetapkan bersatus KLB (Kejadian Luar Biasa) kasus penyakit malaria.

Plt Kepala Dinas Kesehatan, dr Haposan Situmorang dikonfirmasi di ruang kerja, Selasa (14/6) menjelaskan, kategori dimaksud ditetapkan sejak, Minggu (12/6) pascapenemuan pasien terjangkit penyakit dimaksud di Dusun Lae Maromas Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat Nempu Hilir.

Dibenarkan, awalnya tim medis masih berasumsi bahwa derita warga sebagai demam aneh lantaran hasil analisa belum diperoleh. Kini, sesuai ketentuan kesehatan, daerah ini ditingkatkan status menjadi KLB.

Disebutkan, Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro sebagai pimpinan tim telah melakukan inspeksi mendadak guna merespons keluhan penduduk seputar munculnya jangkitan itu.

Dijelaskan, dari diagnosa terhadap pemukim di daerah terisolasi itu, 15 warga dinyatakan positif terinfeksi penyakit malaria falcifarum. Tiga orang diantaranya dirujuk ke rumah sakit Sidikalang sedang lainnya dirawat di lokasi melalui pemberian obat.

Guna membatasi pembiakan bibit penyakit, tim melakukan fogging (pengasapan) ke rumah dan lingkungan. Akhir Mei kemarin, dua warga meninggal akibat sengatan organisme mematikan itu.

Dari aspek kesehatan, Dairi sudah fase KLB, ujar Haposan. Hanya saja secara administratif, Bupati perlu membuat penetapan guna diteruskan kepada pemerintah provinsi dan Menteri Kesehatan. Kriteria KLB, tambah Haposan, ditemukan perubahan bilangan penderita, semisal dari nol menjadi satu orang. Atau, jangkitan naik dua kali lipat dibanding data awal.

Dia berharap, Dinas Kesehatan Sumut segera turun mengingat ketersediaan obat di institusi daerah otonom ini sangat terbatas. Sesungguhnya, tidak ada dana untuk pengadaan. Kalaupun stok tersedia, material itu adalah sisa tahun 2010 pada kegiatan Survey Kesehatan Nasional.

Haposan juga mempertanyakan bagaimana bibit penyakit itu berkembang. Secara ilmiah, bahwa malaria falcifarum hidup di dataran rendah yakni ketinggian maksimal 200 meter di atas permukaan laut.

Di samping itu, ia punya habitat rawa-rawa. Sementara itu, perkampungan tersebut berada di kaki pebukitan berhutan serta iklim relatif dingin. Apakah mungkin organisme itu mengalami mutasi genetik, tanya dia?

Kepala Bagian Hubungan Kemasyarakatan Sekretariat Daerah, Erika Hasugian menjelaskan, dusun itu dihuni sekitar 40 kepala keluarga. Dari jumlah ini, beberapa di antaranya juga mengalami penyakit TB paru (TBC-red). Itu diketahui dari pemeriksaan dahak.

Terpisah, Richard Eddy Lingga anggota DPRD Sumut daerah pemilihan Kabupaten Dairi, Karo dan Pakpak Bharat mendesak Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara merespon cepat keluhan itu. Pemerintah harus bertanggung jawab meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Korban jiwa jangan sampai bertambah.

"Kita minta, seluruh peralatan, obat dan tenaga spesialis yang cekatan segera dikerahkan ke lokasi. Juga perlu dilakukan diagnosa terhadap warga di perkampungan tetangga," ujar dia.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr Candra Syafei SpOG mengaku belum mendapat laporan. Begitupun dia berjanji akan segera mengoordinasikan masalah itu dengan Dinas Kesehatan Dairi. (ssr/nai)


www.analisadaily.com

Disiarkan di Harian Analisa edisi rabu tgl 15/6/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar